RESUME
HUKUM OTONOMI DAERAH
PEMEKARAN
KECAMATAN
(UPAYA
MEWUJUDKAN PERCEPATAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT DI ERA OTONOMI DAERAH)
OLEH
:
FRANCHISKA
AGUSTINA
1622011004
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
2017
BAB
1
PEMERINTAHAN
DAERAH
Pengaturan tentang Pembentukan
Kecamatan
Dalam konsep negara hukum yang
demokratis, keberadaan peraturan perundang-undangan, termasuk peraturan daerah
(Perda), dimaksudkan untuk membatasi kekuasaan pemerintahan.
Peraturan yang mengatur tentang tata
urutan peraturan perundang-undangan saat ini adalah Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Tata urutan
peraturan perundang-undangan secara hierarki diatur dalam Pasal 7 ayat (1),
yaitu :
a.
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia
Tahun 1945;
b.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
c.
Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang;
d.
Peraturan Pemerintah;
e.
Peraturan Presiden;
f.
Peraturan Daerah Provinsi;
g.
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.
Ketentuanyang bersifat Peraturan
Perundang-Undangan merupakan salah satu sarana yang strategis dalam
mengimplementasikan ide negara hukum. Peraturan Perundang-Undangan akan
memberikan batas hak dan kewajiban yang tegas antara pemerintah dengan
masyarakat. Dengan demikian hak masyarakat dijamin oleh Undang-Undang.
Perda yang dibentuk secara atributif
seringkali muatannya tidak tuntas mengatur, sehingga perlu di derivasikan dalam
berbagai aturan operasional. Kewenangan untuk membentuk aturan ini harus tetap
bersumber pada delegasi kewenangan (delegatie
van wetgevingsbevoegdheid), yaitu pelimpahan kewenangan membentuk peraturan
perundangan yang dilakukan oleh peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi
kepada peraturan perundangan yang lebih rendah.
Proses Pembentuka Perda diatur dalam
Pasal 136 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang
menentukan bahwa :
(1)
Perda ditetapkan oleh kepala daerah
setelah mendapat persetujuan bersama DPRD.
(2)
Perda dibentuk dalam rangka
penyelenggaraan otonomi daerah provinsi/ kabupaten/ kota dan tugs pembantuan.
(3)
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan penjabaran lebih lanjut dari peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi dengan memperhatikan ciri khas masing-masing daerah.
(4)
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan
perundang-undangan yang lebih tinggi.
(5)
Perda sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berlaku setelah diundangkannya dalam lembaran daerah.
Pada masa berlakunya UU No. 5 Tahun 1974,
pembentukan kecamatan ditetapkan dengan peraturan pemerintah setelah melewati
tahap persiapan dalam bentuk perwakilan kecamatan.
Ketentuan mengenai syarat pembentukan kecamatan
diatur dalam Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008. Dalam pasal
tersebut dikemukakan mengenai syarat administratif pembentukan kecamatan
meliputi:
a.
Batas usia penyelenggaraan pemerintahan
minimal 5 tahun;
b.
Batas usia penyelenggaraan pemerintahan
desa dan/atau kelurahan yang akan dibentuk menjadi kecamatan minimal 5 tahun;
c.
Keputusan badan permusyawaratan desa
(BPD) atau nama lain untuk desa dan foorum komunikasi kelurahan atau nama lain
untuk desa dan foeum komunikasi kelurahan diseluruh wilayah kecamatan baik yang
menjadi caln cakupan wilayah kecamatan baru atau induk tentang persetujuan
pembentukan kecamatan;
d.
Keputusan kepala daerah atau nama lain
untuk desa dan keputusan lurah atau nama lain untuk kelurahan diseluruh wilayah
kecamatan baik yang akan menjadi cakupan wilayah kecamatan baru maupun
kecamatan induk tentang persetujuan pembentukan kecamatan;
e.
Rekomendasi Gubernur.
Persyaratan teknis dalam pembentukan
kecamatan diatur secara rinci pada pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 2008, yang meliputi :
1.
Jumlah penduduk;
2.
Luas wilayah;
3.
Rentang kendali penyelenggaraan
pelayanan pemerintahan;
4.
Aktivitas perekonomian;
5.
Ketersediaan sarana dan prasarana.
Arti Penting Peraturan
Daerah
Teori Sistem Sosial (Social System)
Parson mengasumsikan bahwa sesama sistem sosial didefinisikan dalam hal
hubungan antara mereka sebagai bagian “internal”, kemudian berkembang menjadi
hubungan antara sistem sosial dan lingkungannya (eksternal).
Hukum dan negara merupakan perwujudan
wewenang (kekuasaan yang dimiliki) tertinggi dalam masyarakat tidak lepas dari
tuntutan :
1. Keabsahan
sosiologis (legitimasi demokratis);
2. Kesesuaian
dengan hukum yang berlaku (legalitas);
3. Kesesuaian
dengan prinsip-prinsi moral (legitimasi moral).
Pemekaran Kecamatan
Perubahan paradigma dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah dari semula bertumpu pada kepentingan
pemerintah an sich menuju pendekatan pelayanan masyarakat membawa konsekuensi
politis dan hukum.
Pemekaran kecamatan juga akan mendorong
pemerataan pembangunan. Wilayah yang sebelumnya jauh dari pusat pemerintahan kecamatan akan menjadi dekat
seiring dibangunnya pusat pemerintahan kecamatan yang baru.
BAB 2
PEMBENTUKAN KECAMATAN
Dasar
Filosofis Pembentukan Kecamatan
Pembentukan
kecamatan, yang didalamnya termasuk juga pembentukan kelurahan menjadi masalah
yang cukup krusial untuk segera diatur.
Menurut
Van der Vlies sebagaimana dikutip oleh A. Hamid S. Attamimi, membedakan 2
kategori asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang patut ( algemene beginselen van
behoorlijkregelgeving ), yaitu asas formal dan asas material.
Asas-asas
formal meliputi :
a. Asas
tujuan jelas;
b. Asas
lembaga yang tepat;
c. Asas
perlunya pengaturan;
d. Asas
dapat dilaksanakan; dan
e. Asas
konsensus.
Asas-asas
material meliputi :
a. Asas
kejelasan terminologi dan sistematika
b. Asas
bahwa peraturan perundang-undangan mudah dikenali
c. Asas
persamaan
d. Asas
kepastian hukum
e. Asas
pelaksanaan hukum sesuai dengan keadaan individual.
Dalam
menentukan materi muatan, Pasal 138 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahn 2004
menentukan bahwa materi muatan perda mengandung asas :
a. Penganyoman
b. Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kekeluargaan
e. Kenusantaraan
f. Bhineka
Tunggal Ika
g. Keadilan
h. Kesamaan
Kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
i.
Ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j.
Keseimbangan, keserasian dan
keselarasan.
Asas
yang akan digunakan disesuaikan dengan materi muatan Ranperda pembentukan
kecamatan dan kelurahan yang akan disusun, sehingga tidak semua asas yang ada
dalam pasal 138 tersebut dapat diakomodir secara keseluruhan.
Penataan dan Pembentukan Kecamatan
dalam Rangka Peningkatan Pelayanan
Terdapat
penelitian dalam konteks yang lebih luas dalam menyoroti urgensi atau alasan
terjadinya pemekaran daerah.
BAB 3
PEMEKARAN KECAMATAN DIKOTA BANDAR
LAMPUNG
Pembentukan
kecamatan dengan mekanisme pemekaran dari kecamatan induk merupakan fokus
kajian dalam buku ini. Beberapa alasan pentingnya pembentukan kecamatan dan
kelurahan pada umumnya dalam memperpendek rentang kendali pemerintahan, seperti
halnya yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung.
Penyelenggaraan
pemerintahan Kota Bandar Lampung pada tingkat Kecamatan dilaksanakan pada 13
kecamatan , yaitu :
1. Telukbetung
barat;
2. Telukbetung
selatan;
3. Panjang;
4. Tanjungkarang
timur;
5. Telukbetung
utara’
6. Tanjungkarang
pusat;
7. Tanjungkarang
barat;
8. Kemiling;
9. Kedaton;
10. Rajabsa;
11. Tanjung
senang;
12. Sukarame
dan
13. Sukabumi.
Berdasarkan
hasil kajian yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat tujuh kecamatan yang
layak untuk dimekarkan, yaitu :
1. Tanjungkarang
Timur;
2. Kedaton
3. Sukarame
4. Kemiling
5. Tanjung
karang pusat
6. Teluk
betung barat
7. Teluk
betung selatan.
Kajian Kelayakan Pembentukan
Kecamatan
Kajian
kelayakan pembentukan kecamatan dengan cara memekarkan kecamatan induk perlu
dilakukan untuk memperhitungkan kelayakannya. Kajian kelayakan ini dengan
memperhatikan kondisi eksisting kecamatan yang telah ada. Indikator yang dikaji
antara lain adalah luas wilayah, jumlah penduduk, aspek sosiologis, aspek
ekonomi dll.
Hasil
pengkajian terhadap kelayakan pembentukan kecamatan di Kota Bandar Lampung ,
dalam hasil kajian teknis 1 kecamatan dan 25 kelurahan layak untuk dimekarkan.
Kajian Implikasi Pembentukan
Kecamatan
Pembentukan
kecamatan di Kota Bandar Lampung akan mengakibatkan implikasi secara
administratif, sosial budaya, terutama bagi warga yang menjadi warga kecamatan
baru hasil pemekaran. Persoalan tentang pembuatan Kartu Keluarga (KK), KTP dan
administrasi kelurahan baru harus dipikirkan sebagai implikasi pembentukan
kecamatan baru. Aspek ini akan beririsan dengan aspek kelembagaan dan keuangan
negara (APBD).
BAB 4
ANALISIS PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Analisis
peraturan Perundang-Undangan yang terkait dengan pembentukan kecamatan
dilakukan untuk memperkuat argumentasi (hujja)
yuridis.
Analisis
terhadap peraturan perundang-undangan ini dimaksudkan untuk mengetahui kondisi
hukum atau peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai substansi atau
materi yang akan diatur. Dalam kajian ini akan diketahui posisi dari peraturan
daerah yang baru.
Analisis
ini akan menggambarkan kewenangan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam
melakukan pembentukan kecamatan dan
kelurahan, sinkronisasi, harmonisasi peraturan perundang-undangan yang
ada serta posisi dari peraturan daerah untuk menghindari terjadinya tumpang
tindih pengaturan.
BAB
5
DASAR
FILOSOFIS, SOSIOLOGIS DAN YURIDIS
Suatu
norma hukum dikatakan berlaku secara politis apabila pemberlakuannya itu memang
didukung oleh faktor-faktor kekuatan politik yang nyata (riele machtsfactoren). Dengan kata lain, keberlakuan politik ini
berkaitan dengan teori kekuasaan (power
theory) yang pada gilirannya memberikan legitimasi pada keberlakuan suatu
norma hukum semata-mata dari sudut pandang kekuasaan.
Keberlakuan
Sosiologis adalah pandangan sosiologis mengenai keberlakuan ini cenderung lebih
mengutamakan pendekatan yang empiris dengann mengutamakan beberapa pilihan
kriteria, yaitu :
1. Kriteria
pengakuan (recognition theory)
2. Kriteria
Penerimaan (reception theory)
3. Kriteria
faktisitas hukum.
Landasan Filosofis
Bagir
manan menyatakan agar dalam pembentukan undang-undang dapat menghasilkan suatu
undang-undang yang tangguh dan berkualitas, undang-undang tersebut harus
berlandaskan pada pertama landasan yuridis (juridische
gelding), kedua landasan sosiologis (sociologische
geldinng), ketiga landasan filosofis
(philosophical gelding).
Pembentukan
peraturan perundang-undangan, haruslah mengacu pada landasan pembentukan
peraturan perundang-undangan atau ilmu perundang-undangan (gesetzgebungslehre), yang diantaranya landasan yuridis.
Landasan Sosiologis
Landasan
sosiologis menekankan bahwa setiap norma hukum yang dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan haruslah mencerminkan tuntutan kebutuhan masyarakat sendiri
dan norma hukum yang sesuai dengan realitas kesadaran hukum masyarakat.
Pada
kajian hukum atau penelitian hukum yang sosiologis, hukum dikonsepkan sebagai
pranata sosial yang secara riil dikaitkan dengan variabel-variabel sosial lain.
Landasan Yuridis
Landasan
Yuridis atau landasan berdasarkan peraturan perundang-undangan dimaksudkan agar
pembentukan Perda tentang Ketertiban Umum ini tidak bertentangan secara
hierarkis dengan peraturan perundang-undangan diatasnya.
Dasar
hukum penting disampaikan untuk mengontrol sinkronisasi dan harmonisasinya.
BAB
6
PARADIGMA
PELAYANAN MASYARAKAT
Paradigma
penyelenggaraan pemerintahan daerah telah bergeser seiring diundangkannya UU
Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diganti dengan UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dasar
hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia tersebut dirinci
urusan pemerintahannya dengan PP Nomor 38 Tahun 2007, dengan demikian urusan
pemerintahan telah diatur secara rinci dan close-listed,
sehingga tidak terjadi lagi tumpang tindih kewenangan pemerintahan.
Komentar
Posting Komentar